(Author : Dea Safarina)
(Source : Cerita Misteri)
(Source : Cerita Misteri)
Rumah di depan sekolah itu selalu tampak gelap meskipun di siang hari.
Dua pohon di depan rumah itu mengahalangi masuknya sinar matahari.
Pemandangan yang menyeramkan, sebuah rumah kosong yang dikelilingi semak
belukar dan berlatar hutan lebat. Jarang ada siswa yang berani pulang
sendirian, apalagi jika sekolahnya sampai sore.
SMA Mandiri terletak jauh dari pemukiman warga, lebih tepatnya di bawah kaki bukit yang di sebelahnya ada sungai dengan air terjun yang cukup indah. Sekolah itu berhadapan langsung dengan bukit dan rumah penjaga sekolah yang sekarang telah kosong. Namun semua itu dulu lima tahun belakangan, sekarang gerbang masuk telah dipindah letak dan menghadap ke jalan raya. Bukit sekarang menjadi latar dari sekolah itu dan gerbang lama ditutup.
Lyan dan Sita melihat semua siswa telah rapi berbaris di lapangan
upacara, secepatnya mereka berlari ke barisan kelasnya tanpa
mempedulikan apapun. Untungnya bendera belum dikibarkan, sehingga mereka
tidak dihitung terlambat.
“Lyan! Kamu ingat di mana tas kita terlempar?” Sita bertanya pada Lyan yang yang berada di belakangnya.
“Bentar… aku ingat dulu” Lyan mencari-cari letak tasnya yang dilempar.
Ternyata tasnya tidak berada jauh dari barisan Lyan. Ia tersenyum melihat tas itu berada di tempat yang bersih, di atas rumput taman sekolah.
“Lyan! Kamu ingat di mana tas kita terlempar?” Sita bertanya pada Lyan yang yang berada di belakangnya.
“Bentar… aku ingat dulu” Lyan mencari-cari letak tasnya yang dilempar.
Ternyata tasnya tidak berada jauh dari barisan Lyan. Ia tersenyum melihat tas itu berada di tempat yang bersih, di atas rumput taman sekolah.
“Udah ketemu?” Sita bertanya lagi.
“Udah tapi,” Lyan kaget dengan sosok siswa perempuan yang berjalan di lorong sekolah. Lyan memperhatikan melihat gadis itu terus berjalan, hingga ia menghilang dari pandangan Lyan.
“Tapi apa?” Sita heran dengan tingkah laku aneh temannya.
“Tapi di tempat bersih” ucap Lyan.
“Ya bagus dong”
Di kelas Lyan terus-terusan memikirkan gadis yang dilihatnya saat berbaris tadi pagi. Ia tidak memperhatikan apa yang sedang diterangkan oleh gurunya, ia terus melamun.
“Udah tapi,” Lyan kaget dengan sosok siswa perempuan yang berjalan di lorong sekolah. Lyan memperhatikan melihat gadis itu terus berjalan, hingga ia menghilang dari pandangan Lyan.
“Tapi apa?” Sita heran dengan tingkah laku aneh temannya.
“Tapi di tempat bersih” ucap Lyan.
“Ya bagus dong”
Di kelas Lyan terus-terusan memikirkan gadis yang dilihatnya saat berbaris tadi pagi. Ia tidak memperhatikan apa yang sedang diterangkan oleh gurunya, ia terus melamun.
“Eh Lyan! Kamu ngak catat itu?” Sita yang duduk di sampingnya menegur.
“Catat apa?” Lyan melihat yang sedang dikerjakan Sita.
“Tuh, soal banyak di papan tulis” Sita menunjuk ke arah papan tulis.
Lyan melihat papan tulis namun ia tidak bisa melihat secara jelas apa yang sedang ditulis gurunya. Beberapa kali ia memejamkan mata namun tetap tidak jelas.
“Aku tidak bisa melihat jelas tulisan itu” ucap Lyan pada Sita dan menarik buku Sita untuk disalinnya.
“Jadi kamu udah mulai tua, sebaiknya kamu pakai kacamata” Sita mengejek Lyan.
“Jangan becanda kamu”
“Catat apa?” Lyan melihat yang sedang dikerjakan Sita.
“Tuh, soal banyak di papan tulis” Sita menunjuk ke arah papan tulis.
Lyan melihat papan tulis namun ia tidak bisa melihat secara jelas apa yang sedang ditulis gurunya. Beberapa kali ia memejamkan mata namun tetap tidak jelas.
“Aku tidak bisa melihat jelas tulisan itu” ucap Lyan pada Sita dan menarik buku Sita untuk disalinnya.
“Jadi kamu udah mulai tua, sebaiknya kamu pakai kacamata” Sita mengejek Lyan.
“Jangan becanda kamu”
Sepulang sekolah Lyan menemui wali kelasnya dan meminta izin tidak
masuk sekolah besok, ia akan pergi memeriksakan matanya ke dokter. Lyan
pun mendapat izin dari wali kelasnya.
Keesokan harinya saat sampai di sekolah, semua mata tertuju pada Lyan. Gadis cantik yang biasa dikenal teman-temannya sekarang berubah. Sita mendekati Lyan yang baru datang.
“Ya tuhan, kamu beneran pakai kacamata Yan” ucap Sita
“Masih keliatan cantik kan?” Lyan dan Sita berjalan memasuki kelasnya.
Keesokan harinya saat sampai di sekolah, semua mata tertuju pada Lyan. Gadis cantik yang biasa dikenal teman-temannya sekarang berubah. Sita mendekati Lyan yang baru datang.
“Ya tuhan, kamu beneran pakai kacamata Yan” ucap Sita
“Masih keliatan cantik kan?” Lyan dan Sita berjalan memasuki kelasnya.
Di dalam kelas Lyan melihat seorang siswi berkacamata duduk di bangku miliknya.
Gadis itu bangkit dan mendekati Lyan.
“Kamu Lyan ya, maaf tadi aku duduk di bangku kamu. Ehm… kamu beneran pakai kacamata sekarang?” gadis itu menatap Lyan dengan ekspresi ketakutan.
“Kamu bisa lihat sendiri, kamu ada perlu apa?” Lyan melepas sebentar kacamatanya, ia masih merasa ganjil dengan kacamata itu.
“Hanya memastikan sesuatu” gadis itu pergi setelah mengatakan itu.
Gadis itu bangkit dan mendekati Lyan.
“Kamu Lyan ya, maaf tadi aku duduk di bangku kamu. Ehm… kamu beneran pakai kacamata sekarang?” gadis itu menatap Lyan dengan ekspresi ketakutan.
“Kamu bisa lihat sendiri, kamu ada perlu apa?” Lyan melepas sebentar kacamatanya, ia masih merasa ganjil dengan kacamata itu.
“Hanya memastikan sesuatu” gadis itu pergi setelah mengatakan itu.
Sita mendekati Lyan, dia dari tadi menunggu agar gadis itu pergi.
“Ada apa tu orang?” Tanya Sita.
“Lagi pusing kali” Lyan meletakkan tasnya.
Hari ini Lyan lebih bersemangat belajar, ia sudah bisa melihat jelas ke papan tulis.
Sepulang sekolahnya Lyan mendapat tugas dari gurunya untuk menyusun beberapa buku baru di perpustakaan. Lyan mengerjakan tugas itu seorang diri, karena Sita tidak mau diajak kalau ke perpustakaan. Lyan melihat tumpukan kardus-kardus besar berisi buku yang harus disusunnya. Ia merasa akan memakan waktu lama untuk menghabiskan semua itu.
“Ada apa tu orang?” Tanya Sita.
“Lagi pusing kali” Lyan meletakkan tasnya.
Hari ini Lyan lebih bersemangat belajar, ia sudah bisa melihat jelas ke papan tulis.
Sepulang sekolahnya Lyan mendapat tugas dari gurunya untuk menyusun beberapa buku baru di perpustakaan. Lyan mengerjakan tugas itu seorang diri, karena Sita tidak mau diajak kalau ke perpustakaan. Lyan melihat tumpukan kardus-kardus besar berisi buku yang harus disusunnya. Ia merasa akan memakan waktu lama untuk menghabiskan semua itu.
Sorenya Lyan selesai mengerjakan tugas itu, dan ia bersegera untuk
pulang agar tidak kemalaman. Setelah mengemasi tasnya Lyan mengunci
perpustakaan, itu pesan dari penjaga perpustakaan. Alangkah kagetnya
Lyan saat berbalik ia mendapati seseorang lewat dengan cepat. Seorang
gadis berseragam persis seperti yang dilihatnya beberapa hari lalu saat
upacara bendera. Gadis itu mengarah mengarah ke belakang sekolah. Takut
terjadi sesuatu padanya, Lyan memutuskan untuk pulang walapun rasa
penasarannya sangat besar.
Di rumahnya Lyan tidak bisa
konsentrasi belajar, ia terus saja memikirkan gadis itu. Lyan berfikir
jika ia melihat sekali lagi orang itu, maka ia akan mengejarnya. Lyan
mengambil ponselnya dan menelepon Sita. Lyan menceritakan semuanya
kebimbangannya pada Sita, dan respon Sita ya ketawa. Sita menganggap itu
lelucon dari Lyan yang tidak lucu.
Marah ditertawakan temannya, Lyan menutup telepon itu.
Marah ditertawakan temannya, Lyan menutup telepon itu.
Beberapa hari setelah hari itu Lyan tidak pernah lagi melihat gadis
yang misterius itu, ia sudah berusaha mencari dan bertanya pada
teman-temannya. Ia hanya mendapati beberapa siswa berkacamata menemuinya
dan mengatakan hal-hal yang aneh setiap hari.
Namun hari itu, saat Lyan masuk ke perpustakaan, ia melihat gadis berkacamata yang pernah menemuinya dulu berjalan ke belakang sekolah. Lyan merasa penasaran dengan semua itu, ia mengikuti gadis itu pergi.
Namun hari itu, saat Lyan masuk ke perpustakaan, ia melihat gadis berkacamata yang pernah menemuinya dulu berjalan ke belakang sekolah. Lyan merasa penasaran dengan semua itu, ia mengikuti gadis itu pergi.
Melihat gadis itu
berhenti di gerbang sekolah lama, Lyan menghentikan langkahnya. Lyan
melihat beberapa siswa yang memakai kacamata berkumpul di sana. Mereka
sedang membicarakan suatu hal.
“Apa dia berhasil melihatnya?” kata gadis yang diikuti Lyan.
“Tidak, kali ini masih belum” jawab yang lainnya.
“Hanya dia harapan kita” kata gadis itu lagi.
Tidak mengerti apa yang dibicarakan orang-orang itu, Lyan pergi meninggal tempat itu dan kembali ke perpustakaan.
“Apa dia berhasil melihatnya?” kata gadis yang diikuti Lyan.
“Tidak, kali ini masih belum” jawab yang lainnya.
“Hanya dia harapan kita” kata gadis itu lagi.
Tidak mengerti apa yang dibicarakan orang-orang itu, Lyan pergi meninggal tempat itu dan kembali ke perpustakaan.
Di perpustakaan Lyan mendapati Sita sedang menyusun buku-buku di rak.
Lyan tertawa kecil melihat ekspresi wajah Sita yang cemberut.
“Rajin kamu sekarang” Lyan mengambil buku-buku yang akan disusun di rak.
“Hebat kamu ya, ini tugas kamu sekarang jadi aku yang kerjain” kata Sita kesal.
“Kenapa jadi kamu yang ngerjain semua ini?” Tanya Lyan penasaran.
“Aku ke sini mau jemput kamu, ternyata kamu nggak ada di sini. Lalu penjaga itu datang dan memintaku membantunya di sini” jawab Sita.
“Ini balasan, selama ini kamu ngak mau diajak bantu-bantu. Kan sekarang kamu sendiri yang nyerahin diri” kata Lyan.
“Rajin kamu sekarang” Lyan mengambil buku-buku yang akan disusun di rak.
“Hebat kamu ya, ini tugas kamu sekarang jadi aku yang kerjain” kata Sita kesal.
“Kenapa jadi kamu yang ngerjain semua ini?” Tanya Lyan penasaran.
“Aku ke sini mau jemput kamu, ternyata kamu nggak ada di sini. Lalu penjaga itu datang dan memintaku membantunya di sini” jawab Sita.
“Ini balasan, selama ini kamu ngak mau diajak bantu-bantu. Kan sekarang kamu sendiri yang nyerahin diri” kata Lyan.
Karena kesalnya Sita sampai-sampai menjatuhkan buku-buku yang berada di rak.
“Sita, ada apa?” Lyan kaget mendengar suara buku-buku berjatuhan.
“Aku nggak sengaja” kata Sita.
Lyan melihat buku-buku itu, semua itu buku lama. Ia mengambil buku-buku itu dan tidak sengaja Lyan menemukan foto gadis yang selama ini dicarinya di halaman akhir sebuah buku. Lyan mengambil foto itu, dan mengamatinya. Di foto, gadis itu Nampak memakai kaca mata. Lyan membalik foto itu dan dilihatnya sebuah tulisan.
“Ini hari pertamaku memakai kacamata, apa maksudnya ini?” kata Lyan.
“Ada apa?” Tanya Sita yang dari tadi sudah sibuk menyusun buku yang dijatuhkannya.
“Apa kamu kenal dia?” Lyan menunjukkan foto itu pada Sita.
“Sita, ada apa?” Lyan kaget mendengar suara buku-buku berjatuhan.
“Aku nggak sengaja” kata Sita.
Lyan melihat buku-buku itu, semua itu buku lama. Ia mengambil buku-buku itu dan tidak sengaja Lyan menemukan foto gadis yang selama ini dicarinya di halaman akhir sebuah buku. Lyan mengambil foto itu, dan mengamatinya. Di foto, gadis itu Nampak memakai kaca mata. Lyan membalik foto itu dan dilihatnya sebuah tulisan.
“Ini hari pertamaku memakai kacamata, apa maksudnya ini?” kata Lyan.
“Ada apa?” Tanya Sita yang dari tadi sudah sibuk menyusun buku yang dijatuhkannya.
“Apa kamu kenal dia?” Lyan menunjukkan foto itu pada Sita.
Sita mengamati foto itu.
“Tidak, aku tidak kenal dia. Tapi latar foto itu bukannya rumah kosong yang itu ya?” Sita mengambil foto itu.
“Rumah kosong yang mana?” Lyan tidak mengerti apa yang dikatakan Sita.
“Apa kacamatamu itu tidak bisa melihat ini, ini kan rumah kosong di belakang sana” Sita menunjukan arahnya.
“Rumah itu” Lyan akhirnya mengerti.
“Aku selesai, ayo kita pulang” kata Sita.
Mereka berdua mengunci perpustakaan dan pulang. Saat di gerbang Lyan baru ingat jika ia meninggalkan sesuatu di kelas.
“Sita kamu tunggu di sini sebentar ya! Aku lupa bukuku masih di kelas” Lyan berlari pergi.
“Dasar ceroboh” kata Sita.
“Kamu Sita ya?” kata seseorang yang berdiri di samping gerbang.
“Ada apa?” Tanya Sita.
“Tidak, aku tidak kenal dia. Tapi latar foto itu bukannya rumah kosong yang itu ya?” Sita mengambil foto itu.
“Rumah kosong yang mana?” Lyan tidak mengerti apa yang dikatakan Sita.
“Apa kacamatamu itu tidak bisa melihat ini, ini kan rumah kosong di belakang sana” Sita menunjukan arahnya.
“Rumah itu” Lyan akhirnya mengerti.
“Aku selesai, ayo kita pulang” kata Sita.
Mereka berdua mengunci perpustakaan dan pulang. Saat di gerbang Lyan baru ingat jika ia meninggalkan sesuatu di kelas.
“Sita kamu tunggu di sini sebentar ya! Aku lupa bukuku masih di kelas” Lyan berlari pergi.
“Dasar ceroboh” kata Sita.
“Kamu Sita ya?” kata seseorang yang berdiri di samping gerbang.
“Ada apa?” Tanya Sita.
Lyan melihat bukunya masih berserakan di atas meja. Ia segera
mengambilnya dan memasukkan ke dalam tas. Sebuah ketas jatuh dari dalam
buku.
“Temanmu ada bersama kami sekarang, apa maksudnya ini?” kata Lyan membaca isinya.
Setelah selesai Lyan meninggalkan kelas itu. Sesampainya di gerbang Lyan tidak melihat Sita di sana. Ia mencari Sita di sekitar sana, namun tidak ada.
“Temanmu ada bersama kami sekarang, apa maksudnya ini?” kata Lyan membaca isinya.
Setelah selesai Lyan meninggalkan kelas itu. Sesampainya di gerbang Lyan tidak melihat Sita di sana. Ia mencari Sita di sekitar sana, namun tidak ada.
Lyan mengingat isi kertas yang ditemukannya tadi.
“Apa itu maksudnya Sita? Mereka mengambil Sita? Apa yang harus aku lakukan?” kata Lyan dan ia menangis.
Lyan melihat gadis di foto yang selama ini dicarinya, berdiri menatap Lyan. Lyan mendekati gadis itu, namun gadis itu pergi. Lyan terus mengikutinya, hingga Lyan sampai di belakang sekolah. Gadis itu melewati gerbang lama sekolah.
“Bagaimana gerbang ini terbuka? Aku tidak percaya di sini benar-benar ada jalan” kata Lyan.
“Apa itu maksudnya Sita? Mereka mengambil Sita? Apa yang harus aku lakukan?” kata Lyan dan ia menangis.
Lyan melihat gadis di foto yang selama ini dicarinya, berdiri menatap Lyan. Lyan mendekati gadis itu, namun gadis itu pergi. Lyan terus mengikutinya, hingga Lyan sampai di belakang sekolah. Gadis itu melewati gerbang lama sekolah.
“Bagaimana gerbang ini terbuka? Aku tidak percaya di sini benar-benar ada jalan” kata Lyan.
Lyan melihat sebuah rumah kosong berada tepat di depannya. Rumah dengan
pohon-pohon besar yang menutupinya. Langit senja menambah kesunyian
dari rumah itu.
“Apa Sita berada di sini?” Tanya Lyan pada gadis yang membawanya ke rumah itu.
Gadis itu mempersilahkan Lyan untuk masuk. Lyan masuk ke rumah itu, ia melihat siswa-siswa berkacamata yang berkumpul di gerbang lama waktu itu.
“Apa yang kalian lakukan di sini? Di mana Sita?” Tanya Lyan pada orang-orang itu.
“Kamu pasti telah melihat gadis itu, saat ini dia butuh bantuanmu” kata salah seorang di antara mereka.
“Apa yang kalian katakan? Temanku kalian culik dan sekarang kalian memintaku membantu seseorang” ucap Lyan.
“Apa Sita berada di sini?” Tanya Lyan pada gadis yang membawanya ke rumah itu.
Gadis itu mempersilahkan Lyan untuk masuk. Lyan masuk ke rumah itu, ia melihat siswa-siswa berkacamata yang berkumpul di gerbang lama waktu itu.
“Apa yang kalian lakukan di sini? Di mana Sita?” Tanya Lyan pada orang-orang itu.
“Kamu pasti telah melihat gadis itu, saat ini dia butuh bantuanmu” kata salah seorang di antara mereka.
“Apa yang kalian katakan? Temanku kalian culik dan sekarang kalian memintaku membantu seseorang” ucap Lyan.
Gadis yang membawa Lyan ke rumah itu menampakan dirinya. Lyan sangat
kaget melihat gadis itu, ternyata dia tidak hidup. Matanya kosong dan
dia mengenakan seragam sekolah yang lusuh.
“Siapa dia?” Tanya Lyan ketakutan.
“Dia butuh bantuanmu, jika tidak kita semua akan dihantui dengan rupanya seperti itu” kata seorang siswa lainnya.
“Kenapa harus aku?” Tanya Lyan lagi
“Karena kamu berkacamata” jawab seseorang.
“Omong kosong apa ini” Lyan tidak juga mendengarkan perintah untuknya.
“Siapa dia?” Tanya Lyan ketakutan.
“Dia butuh bantuanmu, jika tidak kita semua akan dihantui dengan rupanya seperti itu” kata seorang siswa lainnya.
“Kenapa harus aku?” Tanya Lyan lagi
“Karena kamu berkacamata” jawab seseorang.
“Omong kosong apa ini” Lyan tidak juga mendengarkan perintah untuknya.
Hantu gadis itu semakin mendekat pada Lyan, sehingga Lyan makin ketakutan.
“Apa yang harus aku lakukan untukmu?” Lyan memalingkan wajahnya.
“Pakai ini!” tanpa bertanya lagi Lyan memakai kacamata yang diberikan gadis berkacamata.
Seketika Lyan masuk ke dalam dunia lima tahun lalu. Lyan melihat seorang gadis yang bernama Jihan pulang ke rumahnya sore itu. Rumah sederhana yang berada tepat di depan sekolahnya. Ibunya adalah penjaga sekolah itu. Ketika gadis itu sadar ia tidak bisa lagi melihat dengan jelas, ia meminta ibunya untuk membelikan kacamata. Ibunya berusaha kesar agar mendapatkan uang untuk membeli kacamata.
“Apa yang harus aku lakukan untukmu?” Lyan memalingkan wajahnya.
“Pakai ini!” tanpa bertanya lagi Lyan memakai kacamata yang diberikan gadis berkacamata.
Seketika Lyan masuk ke dalam dunia lima tahun lalu. Lyan melihat seorang gadis yang bernama Jihan pulang ke rumahnya sore itu. Rumah sederhana yang berada tepat di depan sekolahnya. Ibunya adalah penjaga sekolah itu. Ketika gadis itu sadar ia tidak bisa lagi melihat dengan jelas, ia meminta ibunya untuk membelikan kacamata. Ibunya berusaha kesar agar mendapatkan uang untuk membeli kacamata.
Setelah
mendapatkan apa yang diinginkannya Jihan, bersekolah dengan semangat. Ia
bahkan terlihat sangat cantik dengan kacamata itu. Namun ada pihak yang
tidak senang dengan kecantikan Jihan. Refa seorang gadis yang juga
memakai kacamata menjadi iri dengan Jihan. Ia dan teman-temannya
memiliki niat jahat pada Jihan.
Suatu hari Refa meminta Jihan agar mereka diajak ke rumah Jihan untuk mengerjakan tugas rumah bersama. Jihan senang dengan ajakan Refa. Sore setelah pulang sekolah mereka pergi ke rumah Jihan.
Jihan pergi ke dapur untuk mengambil minuman.
“Jihan boleh lihat kacamata kamu?” kata Refa. Jihan melepas kacamatanya dan memberikannya pada Refa, ia pun pergi.
Jihan kembali dengan membawa beberapa gelas teh manis.
“Jihan kita main di sungai yuk, udah lama ngak lihat air terjun” kata salah seorang teman Refa.
“Tapi hari udah mulai senja” ucap Jihan.
“Masih lama, ayo kita pergi” kata Refa. Melihat semua temannya pergi, Jihan mengikuti mereka.
Suatu hari Refa meminta Jihan agar mereka diajak ke rumah Jihan untuk mengerjakan tugas rumah bersama. Jihan senang dengan ajakan Refa. Sore setelah pulang sekolah mereka pergi ke rumah Jihan.
Jihan pergi ke dapur untuk mengambil minuman.
“Jihan boleh lihat kacamata kamu?” kata Refa. Jihan melepas kacamatanya dan memberikannya pada Refa, ia pun pergi.
Jihan kembali dengan membawa beberapa gelas teh manis.
“Jihan kita main di sungai yuk, udah lama ngak lihat air terjun” kata salah seorang teman Refa.
“Tapi hari udah mulai senja” ucap Jihan.
“Masih lama, ayo kita pergi” kata Refa. Melihat semua temannya pergi, Jihan mengikuti mereka.
Hingga senja datang, saat itu Jihan menyadari pengelihatannya mulai tidak jelas.
“Refa mana kacamataku tadi?” kata Jihan.
“Di rumah kamulah, ngapain juga aku bawa ke sini” ucap Refa.
Jihan meminta izin untuk pulang mengambil kacamatanya.
Karena berada di seberang sungai Jihan terpaksa harus menyeberang dulu.
Hari semakin gelap Jihan benar-benar tidak bisa melihat yang dipijakinya saat ini. Ketika sampai di bibir sungai Jihan tergelincir dan kedua mata menancap pada ranting pohon yang berada di dekat sungai. Jihan meninggal, Refa dan teman-temannya pergi dari tempat itu dengan membawa kacamata Jihan yang disembunyikannya.
“Refa mana kacamataku tadi?” kata Jihan.
“Di rumah kamulah, ngapain juga aku bawa ke sini” ucap Refa.
Jihan meminta izin untuk pulang mengambil kacamatanya.
Karena berada di seberang sungai Jihan terpaksa harus menyeberang dulu.
Hari semakin gelap Jihan benar-benar tidak bisa melihat yang dipijakinya saat ini. Ketika sampai di bibir sungai Jihan tergelincir dan kedua mata menancap pada ranting pohon yang berada di dekat sungai. Jihan meninggal, Refa dan teman-temannya pergi dari tempat itu dengan membawa kacamata Jihan yang disembunyikannya.
Lyan sadar dari mimpinya.
“Lyan kamu berhasil. Apa yang diinginkan oleh gadis itu?” Tanya salah seorang siswa.
“Dia ingin kacamata ini diberikan pada ibunya yang telah bekerja keras untuk mendapatkan ini. Setelah itu selesai dia baru meninggalkan kita” kata Lyan.
“Toni, keluarkan Sita” kata siswa lain.
“Sita, kenapa kalian jahat sekali padanya” Tanya Lyan.
“Karena kami tahu hanya kamu yang bisa melakukan semua ini. Kami tidak ingin terus-terusan melihat hantu yang tidak bermata seperti itu”
“Lyan kamu berhasil. Apa yang diinginkan oleh gadis itu?” Tanya salah seorang siswa.
“Dia ingin kacamata ini diberikan pada ibunya yang telah bekerja keras untuk mendapatkan ini. Setelah itu selesai dia baru meninggalkan kita” kata Lyan.
“Toni, keluarkan Sita” kata siswa lain.
“Sita, kenapa kalian jahat sekali padanya” Tanya Lyan.
“Karena kami tahu hanya kamu yang bisa melakukan semua ini. Kami tidak ingin terus-terusan melihat hantu yang tidak bermata seperti itu”
Keesokan hari setelah pulang sekolah Lyan dan yang yang lainnya
mengunjungi rumah ibu dari Jihan. Lyan menceritakan semuanya dan
memberikan kacamata Jihan pada ibunya. Lyan meminta ibu itu agar kembali
ke rumah lamanya, karena Jihan takut sendirian tinggal di sana.
Semua temannya kaget mendengar ucapan Lyan, termasuk Sita yang hampir pingsan.
“Terima kasih” ucap Jihan yang melihat dari bumi kematian.
Semua temannya kaget mendengar ucapan Lyan, termasuk Sita yang hampir pingsan.
“Terima kasih” ucap Jihan yang melihat dari bumi kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar