Sabtu, 26 November 2016

40Km ke arah utara Part 2: Bunga

 

"Tinggi nya dua meter lebih, pakai gaun warna merah. Dia suka terbang dari pohon ke pohon, nda jarang juga muncul di sekitar desa sini"

Seketika kami bertiga terdiam...

Kalimat tersebut membuat malam terasa lebih dingin. Aku mengambil segelas teh yang disiapkan oleh pak Teguh namun sayang sedikit rasa sepet merusak rasa teh hangat yang menemani malam ini, aku melihat wajah pak teguh yang sedang tersenyum seolah tau apa yang lidahku rasakan sekarang



"rasa nya nda enak ya? Maaf, sekarang lagi jarang hujan. Jadi warga sini kalo apa-apa pake aer sungai" kata pak Teguh sambil menggosok tulang keringnya.

Tak lama setelah itu kami izin untuk tidur, mengingat jam hampir menunjukkan pukul 04.00 dinihari.

***

Aku terbangun saat tubuhku diguncang hebat oleh Kholil, dengan reflek cepat aku langsung duduk dan menoleh kanan kiri dengan agresif

"hah! Kenapa?! Kenapa?!" kata ku panik

"pagi sudah ini, bos! Beingat weh di kampung orang" jawab kholil sembari memukul pelan lenganku.

Aku yang masih setengah sadar melihat pak Teguh yang berjalan melewati kami sambil berkata "kalian berdua cepat sudah mandi di sungai, biar saya sama Fadil yang buat sarapan".

"wah, bapak ini pengertian betul sama pendatang" pikirku.

Beberapa saat setelah itu aku dan Kholil segera membawa perlengkapan mandi kami dan berjalan menuju sungai. Dari kejauhan terdengar tawa anak-anak dan ternyata benar, aku mendapati anak kecil yang mandi di sungai situ. mereka tertawa riang tak peduli perempuan dan laki-laki.

"ance, nda anu kah mereka itu? Kok nda malu sama lawan jenis nya?" kata kholil sambil menyenggol tulang rusuk ku dengan sikutnya.

"ya nda lah! Mereka masih polos. Nda kaya anak-anak di kota jaman sekarang" jawabku saat mendekati sungai tersebut.

***

Setelah mandi kami berdua kembali ke rumah pak Teguh dan saat di perjalanan pandanganku sempat tertuju ke rumah yang setengah hangus bekas terbakar, namun aku diam saja, aku melirik Kholil dan nampaknya Kholil mengerti maksudku.
Sesampai nya dirumah pak Teguh kami berdua disambut oleh Fadil dan beberapa menu sederhana untuk mengisi perut kami.

"mana pak Teguh?" kata Kholil bertanya pada Fadil, namun belum sempat menjawab pak Teguh datang dengan membawa singkong rebus yang mencuri perhatian kami.
Sambil menyemil singkong tersebut aku berkata

"pak, lanjutin cerita tadi malam dong!"

"oh, kamu penasaran kah? Jadi gini... " jawab beliau sembari menyeruput teh yang kuduga rasanya masih tak enak.

"iya, si Bunga itu sering muncul apalagi malam jumat. Kalian liat rumah bekas terbakar itu nda?"

Seketika aku langsung konek rumah yang beliau maksud.

"ya itu rumah si Bunga. Jadi dulu cerita nya ada penebang illegal di sekitar sini, sempat nge-jarah kampung kita dulu. Nah, Bunga itu salahsatu yang kena binasa sama mereka... " tiba-tiba pak Teguh menghentikan cerita nya.

"terus pak? Jangan nanggung bah" kata Kholil yang sedari tadi tegang mendengarkan cerita si bapak.

"aduh, kekmana ya. Saya juga takut cerita masalah ini, takut kalo si Bunga gak senang. Tapi yasudahlah... Cukup kalian yang tau" pak Teguh melanjutkan cerita nya sambil menyeruput teh yang sudah dingin.

"ya itu, Bunga itu gadis cantik. Jadi ya di-anu-in sama penebang itu"

Aku melihat wajah pak Teguh yang mulai tak nyaman membicarakan hal ini, sedangkan Kholil ingin bertanya lebih lanjut namun aku memberi kode kepada nya untuk tidak bertanya dulu. Guna mengalihkan pembicaraan aku bertanya kepada Pak Teguh tentang kehidupan ekonomi desa ini.

***

Matahari semakin merunduk, menarik semua cahaya nya dan memberi kegelapan untuk menguasai malam. Kulirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 18.50. Kami bertiga sedang duduk di halaman rumah pak Teguh, hati ini masih belum merasa puas akan cerita pak Teguh.

"besok balik yo, aku nda enak sama pak Teguh kalo disini terus" kata Fadil.

"ayo sudah, aku juga mo kerja lagi, eh." jawab Kholil.

Cukup lama kami berada di halaman tersebut hingga akhirnya kami bertiga memutuskan untuk beristirahat di dalam.
Saat didalam kami berbaring sembari bercerita tentang beberapa hal seperti rencana kepulangan esok hari hingga tentang Bunga.

"aku kesian eh ngebayangin cerita nya pak Teguh tentang bunga tadi, kadang manusia itu bisa lebih buruk daripada hewan ya. Ngomong-ngomong
bunga secantik apa menurutmu?" kata Fadil

"nda tau eh, dil. Yang pasti kalo dia ngajak aku kawin ya aku mau. Katanya pak Teguh kan dia cantik." jawab Kholil sambil tertawa kecil.

"hush! Kalo pinah didatangin kamu" aku menyahut mencoba menghentikan percakapan mereka.

Arloji menunjukkan pukul 20.36, namun desa ini sudah sangat sepi sekali. Warga seolah takut pada malam.
Beberapa pertanyaan melintasi pikiranku malam ini, seperti "bagaimana ceritanya rumah Bunga ini bisa terbakar?" "apa yang terjadi dengan penebang illegal itu?" hingga "bagaimana akhir hidup si Bunga?". Aku terus memikirkan hal itu hingga akhirnya aku tertidur.

***

"Ted.. Ted.. Bangun ted!" terdengar suara panik Kholil yang mencoba membangunkanku...

***BERSAMBUNG***

-Lucille

Tidak ada komentar:

Posting Komentar