Sabtu, 26 November 2016

40Km ke arah utara (OS By Lucille) Part 1: Boekit Soeharto

Lantunan lagu hello yang di cover oleh Colin Caroline mengisi kepalaku selama perjalanan ini, sayangnya aroma minyak gosok nenek yang berada disampingku ini hampir merusak segala nya, ditambah lagi keadaan bus yang cukup sumpek.
Berjalan sekitar 40km kearah utara dari titik 0 kota Balikpapan, aku bersama temanku bermaksud untuk mengeksplor tempat baru sekaligus mencari ketenangan untuk sementara waktu.
Kami bertiga sudah sampai di lokasi yang kami inginkan, Yakni Bukit Soeharto. Jika dilihat hanyalah sebuah jalanan yang diapit oleh hutan, namun tempat ini menyimpan cukup banyak misteri juga keindahan alam yang belum terekspos.
Rasa lapar mulai menyerang hingga akhirnya aku memutuskan untuk menyantap salome yang telah aku kantongi selama beberapa jam.
Singkat cerita kami bertiga mulai masuk menyusuri hutan, entah seberapa jauh namun kami sudah melewati beberapa sungai dan air terjun.



Hari mulai gelap dan kami memutuskan untuk berhenti dan istirahat. Bivak didirikan, api dinyalakan, dan setelah dirundingkan akhirnya aku harus siaga sementara kedua temanku ini beristirahat. Beberapa kali aku mendengar suara burung hantu yang diikuti suara tawa wanita namun hal itu sudah biasa aku alami. ini Kalimantan, bung!
Kulirik jam tangan swiss-army ku yang menunjukkan pukul 02.19 dinihari.

Tiba-tiba terdengar sebuah langkah kaki tak jauh dari posisi kami, disaat yang sama aku juga menyadari ada sebuah api yang bergerak, nampaknya obor.
Sedikit rasa panik aku coba membangunkan kedua temanku ini.

"permisi, mas" terdengar suara parau tepat dibelakangku.

Kedua temanku ini sontak terbangun dan langsung mengambil posisi duduk.

"iya pak?" kata Kholil, salah satu temanku

"mas nya dari mana? Jangan kemah disini mas, bahaya ntar kalo ada macan dahan" kata bapak tua dengan peci lusuh itu

Singkat cerita bapak itu berkata bahwa ada desa tak jauh dari lokasi camp kami dan bapak ini kebetulan kebagian tugas patroli malam.
Awalnya kami bertiga sedikit curiga dengan bapak tersebut.

"jangan jangan bapak ini penunggu hutan disini" pikirku dalam hati.

Bapak tadi membawa kami menuju ke sebuah desa kecil, sebuah desa yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi. Pencahayaan di desa ini hanya berasal dari obor.
Saat memasuki desa ini pandanganku hanya tertuju pada sebuah rumah yang setengah terbakar. Namun kami terus berjalan hingga sampai didepan sebuah gubuk yang terlihat sedikit jabuk

"ini rumah saya nak, maaf ya jelek begini, tapi kalian bisa menginap disini dulu kalau mau" kata bapak itu sembari menaruh obor itu di tiang depan rumahnya.

Bapak tersebut mempersilahkan masuk dan sampai didalam rumah beliau kami memperkenalkan diri

"saya Teddy, pak. Ini Kholil dan Fadil" kataku.

"ohhh.. iya, saya Teguh" jawab bapak itu sambil men mengulurkan tangannya ke arah kami bertiga.

Jam menunjukkan pukul 03.10 dan kami berempat (termasuk pak Teguh) masih terjaga. Pak teguh mulai bercerita beberapa hal kepada kami, mulai dari desa ini hingga misteri di wilayah ini.

"kalian nda sepatut nya ada dihutan sekitar sini, kemaren anaknya bapak Thamrin itu sampe sawan dan mesti dibawa ke kota" kata pak teguh sembari menyuguhi kami bertiga air minum.

"Memang kenapa pak?" kata Fadil

"Itu gara-gara diajak mainan sama bunga" jawab pak teguh sambil tertawa kecil

"bunga apa pak? Masa iya main bunga sampe sakit?" Fadil kembali bertanya dengan wajah polos.

"bukaaaannn"

Seketika wajah pak Teguh berubah menjadi serius, kemudian ia memberi isyarat untuk merapatkan duduk kami sembari mendengarkan dia.

"Bunga itu orang halus disini" bisiknya

"Tinggi nya dua meter lebih, pakai gaun warna merah. Dia suka terbang dari pohon ke pohon, nda jarang juga muncul di sekitar desa sini"

Seketika kami bertiga terdiam...

***BERSAMBUNG**
*

-Lucille

Tidak ada komentar:

Posting Komentar